Arti yang sudah hilang dalam kata ‘Tuhan’ di Indonesia

Oleh: Phil Fields

Penulis: Phil Fields

Beberapa bulan yang lalu, salah satu teman sekerja saya— seorang ahli bahasa yang sudah lama bekerja di Indonesia, memberitahukan kepada saya bahwa di Indonesia sudah terjadi penggeseran arti yang signifikan mengenai kata Tuhan. Dalam penggunaan sehari-hari sekarang, kata Tuhan langsung merujuk kepada Allah, dan arti dasar historis sudah hilang. Sebagai ilustrasi, dalam bahasa Indonesia sekarang, orang bisa mengatakan bahwa “Senayan sudah memutuskan tentang pajak…,” atau “Hari ini Istana memberitakan bahwa …” Semua orang Indoneisa sekarang mengerti bahwa arti dasar Senayan adalah wilayah Jakarta, tetapi arti khusus (kiasan jenis metonimia) adalah Dewan MPR/DPR. Dan semua juga mengerti bahwa arti dasar Istana adalah gedung tempat presiden, tetapi arti khusus adalah pemerintah yang sekarang berkuasa. Bayangkan kalau sekelompok orang Indonesia dikirim dengan roket ke planet Mars, untuk hidup selamanya di situ. Dan setelah beberapa generasi, mereka sudah lupa arti dasar dan masih menggunakan kata Senayan dan Istana dengan arti khusus. Seperti itulah yang terjadi dengan kata Tuhan dalam bahasa Indonsia! Penggeseran arti ini adalah sesuatu yang signifikan, karena Firman Tuhan sering menggunakan kata adonai atau kyrios dengan arti dasar ‘penguasa’, bukan sebagaimana arti yang dimengerti oleh kebanyakan pembaca— yaitu ‘Tuhan’ identik dengan ‘Allah’. Dalam PL, teks bahasa Ibrani menggunakan adonai/adon untuk manusia dalam ketiga contoh ini:

  • Kej. 43:20 AYT Mereka (ke-10 saudara Yusuf) berkata (kepada kepala staf rumahnya), “Tuan (adoni), izinkan kami menjelaskan sesuatu. Waktu pertama kali kami datang kemari, kami bertujuan untuk membeli makanan. …”
  • 1Raja 16:24 AYT Omri membeli bukit di Samaria dari Semer seharga 69 kilogram perak. Kemudian ia membangun sebuah kota di atas bukit itu, kota itu diberi nama Samaria. Nama Samaria diambil menurut nama pemilik (adone) bukit itu, yaitu Semer.
  • Kej. 24:9 AYT Jadi, pelayan itu meletakkan tangannya ke bawah kaki majikannya (adonaw) dan membuat perjanjian.

Kata yang sama— yaitu adonai, juga sering dipakai dalam PL untuk merujuk kepada Allah atau untuk menyapa atau memanggil Tuhan secara langsung. Sebagai contoh, pertama kali adonai dipakai untuk Tuhan di dalam PL terdapat di ayat ini:

  • Kej. 15:2 TB Abram menjawab: “Ya Tuhan ALLAH (adonai Yahweh)*, apakah yang akan Engkau berikan kepadaku, karena aku akan meninggal dengan tidak mempunyai anak, dan yang akan mewarisi rumahku ialah Eliezer, orang Damsyik itu.”

Walaupun kata adonai digunakan untuk Tuhan, itu tidak berarti bahwa arti dasar ‘penguasa’ hilang. Bahkan Tuhan menggunakan kata adonai untuk merujuk kepada diri-Nya sendiri:

  • Mal. 1:6 AYT (Allah berkata,) Seorang anak menghormati bapanya, dan seorang hamba menghormati tuannya (adonaw). Jikalau Aku ini Bapa, di manakah hormatmu kepada-Ku? Jikalau Aku ini Tuan (adownim), di manakah rasa takutmu kepada-Ku?

Tetapi Allah memberi Kesepuluh Hukum, di mana yang ketiganya berkata:

  • Kel. 20:7 draf TSI Janganlah menyalahgunakan nama-Ku TUHAN, Allahmu (Yahweh Eloheka). Aku (secara harfiah: Yahweh) akan menghukum siapa pun yang menyebut nama-Ku dengan sembarangan.

Seperti kebiasaan orang Yahudi, mereka membuat kebiasaan yang menjadi seperti pagar supaya tidak pernah menyebut nama Yahweh dengan sembarangan— yaitu mereka memutuskan untuk menggunakan kata halus untuk mengganti nama-Nya. Kata halus tersebut adalah Adonai.** Walaupun kata Adonai selalu diucapkan mengganti Yahweh setiap kali teks PL dibacakan kepada orang-orang yang berkumpul di semua sinagoge orang Yahudi, tetapi kata itu masih juga digunakan dalam konteks lain untuk manusia. Tentu saja orang Yahudi ingat arti dasar dari kata itu (penguasa), dan kata itu tidak sekedar kata ganti Allah saja— seperti yang terjadi di Indonesia sekarang ini. Kebiasaan tersebut juga dibawa oleh orang Yahudi ke dalam bahasa Yunani pada zaman sesudah Alexander Agung. Negri mereka dikuasai oleh pemerintahan Yunani, dan bahasa Yunani masih dominan selama Roma*** berkuasa atas negri Yahudi— yang disebut Palestina atau Israel. Oleh karena itu kyrios dipakai dalam Septuaginta waktu menerjemahkan adonai. Sebagai contoh, ayat tersebut di atas:

  • Kej. 20:7 LXX ου λημψη το ονομα κυριου του θεου σου επι ματαιω ου γαρ μη καθαριση κυριος τον λαμβανοντα το ονομα αυτου επι ματαιω

Tetapi kata kyrios tetap digunakan untuk manusia juga. Sebagai contoh, saya menggunakan ayat di bawah ini, yang adalah sebuah kesalahan yang sudah terjadi dalam dua terjemahan Alkitab di Indonesia:

  • Yoh. 4:11 BYZ Λέγει αὐτῷ ἡ γυνή, Κύριε,**** οὔτε ἄντλημα ἔχεις, καὶ τὸ φρέαρ ἐστὶν βαθύ· πόθεν οὖν ἔχεις τὸ ὕδωρ τὸ ζῶν; Yoh. 4:11 TB Kata perempuan itu kepada-Nya: “Tuhan, Engkau tidak punya timba dan sumur ini amat dalam; dari manakah Engkau memperoleh air hidup itu?

Dalam permulaan percakapan Yesus dengan perempuan Samaria, perempuan itu belum menyadari bahwa Yesus adalah Anak Allah dan Mesias yang dinantikan (Mzm. 2). Jadi seharusnya ayat ini diperbaiki begini, “Tuan, engkau***** tidak punya timba …” Yesus juga menggunakan kata kyrios mengenai diri-Nya di dalam Lukas 6:46:

  • Luk. 6:46 BYZ Τί δέ με καλεῖτε, Κύριε, κύριε, καὶ οὐ ποιεῖτε ἃ λέγω; Luk. 6:46 TB “Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?

Tetapi perhatikan bahwa arti kyrios yang maksudkan bukan bahwa Dia adalah Anak Allah, tetapi seperti TSI menerjemahkan:

  • Luk. 6:46 TSI ““Buat apa kalian memanggil Aku, ‘Tuhan, Tuhan,’ padahal apa yang Ku-perintahkan tidak kalian lakukan!

Ayat ini menunjukkan bahwa kata kyrios di PB masih digunakan dengan arti dasar untuk Yesus— yaitu Penguasa, Pemilik, atau Raja. Dengan demikian, kita lihat bahwa perkataan Yesus tentang diri-Nya di Lukas 6:46 mempunyai arti yang sangat dekat dengan perkataan Allah tentang diri-Nya di Maleakhi 1:6, yang dikutip di atas. Kalau pembaca ingin melihat contoh di mana kyrios digunakan untuk manusia, bandingkanlah Lukas 6:46 dengan Matius 25:11. Juga melihat Yohanes 12:21. Kehilangan arti tersebut terjadi di dalam bahasa Indonesia, tetapi tidak terjadi dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Inggris, zaman sekarang kata Lord lebih sering digunakan untuk merujuk kepada Allah atau Yesus, tetapi sesuai konteks bisa digunakan untuk manusia juga. Seorang landlord adalah pemilik rumah atau apartemen. Orang bisa disebut mempunyai lordly manner, yang berarti bahwa dia mempunyai sikap kewibawaan (atau kesombongan) seperti seorang raja. Sedangkan ada perbedaan kecil dengan bahasa Yunani: Dalam bahasa Yunani kyrios bisa digunakan untuk merujuk kepada majikan, tetapi dalam bahasa Inggris lord tidak digunakan untuk majikan. Waktu saya masih di SMA, saya sering mendengar siaran radio khotbah dari Billy Graham, dan hampir setiap kali dia berkhotbah, dia menganjurkan para pendengar untuk “receive Jesus as your Savior and Lord.” (menerima Yesus sebagai Juruselamat dan Pemilik hidupmu.) Kalau khotbah Billy Graham ditulis, selalu memakai huruf besar untuk Savior dan Lord. Secara implisit, keilahian Yesus ada dalam ucapan itu, tetapi keilahian Yesus tidak terfokus. Billy Graham tidak hanya memberi tantangan receive Jesus as your Savior, karena orang cenderung ingin tiket ke surga saja. Setelah maju ke depan dan mengikuti doa penerimaan, hidupnya tidak berubah. Itulah sebabnya Billy Graham selalu menyebut dua jabatan Yesus waktu memberi tantangan pada akhir kotbahnya. Setiap orang yang menerima Yesus sebagai ‘Lord/Pemilik hidup’, berarti dia sudah mengambil keputusan yang kokoh untuk melakukan apa saja yang Yesus perintahkan. (Luk. 9:23) Bayangkan kalau frasa tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan arti yang sudah terbiasa sebagai “menerima Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan,” arti yang diterima oleh para pendengar akan lain sekali dari frasa dalam bahasa Inggris! Kehilangan arti dasar dalam adonai/kyrios dan bahkan lord waktu Alkitab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sangat signifikan. Mari kita lihat persoalan yang terjadi dalam Roma 10:9:

  • Rom. 10:9 BYZ ὅτι ἐὰν ὁμολογήσῃς ἐν τῷ στόματί σου κύριον Ἰησοῦν, καὶ πιστεύσῃς ἐν τῇ καρδίᾳ σου ὅτι ὁ ϑεὸς αὐτὸν ἤγειρεν ἐκ νεκρῶν, σωθήσῃ· Rom. 10:9 TB Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan.

Ini adalah ayat yang sangat diprotes oleh orang-orang Muslim, karena mereka mengerti bahwa Paulus menganjurkan para pembaca untuk mengakui Yesus sebagai Allah. Hal ini membuktikan bahwa di Indonesia, kata Tuhan tidak memiliki dua macam arti sebagaimana kyrios/adonai. Karena kalau kata Tuhan memiliki arti alternatif, pastilah orang Muslim akan menafsirkan bahwa Paulus menganjurkan para pembaca mengakui Yesus sebagai raja mereka. (Kata ‘raja’ sengaja tidak diberi huruf besar dalam kalimat tadi, karena mengenai kepercayaan orang Muslim.) Sedangkan kalau TSI menerjemahkan, “mengaku dengan mulutmu bahwa Yesus adalah Rajamu” sebagian orang Kristen akan protes, karena mereka menggunakan ayat hafalan ini untuk mendukung keilahian Yesus. Inilah TSI untuk 10:9:

  • Rom. 10:9 TSI Dan inilah pesan Allah itu: Kalau kamu mengaku dengan mulutmu bahwa Yesus adalah Penguasa hidupmu,****** dan percaya penuh di dalam hatimu bahwa Allah sudah menghidupkan Yesus dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan.

Mungkin ada pembaca yang akan bertanya, “Kenapa TSI tidak tetap menggunakan kata Tuhan untuk Yesus di Roma 10:9?— dengan catatan kaki yang menjelaskan bahwa kata Tuhan memiliki arti Pemilik hidup.” Jawaban untuk pertanyaan itu adalah bahwa terjemahan Alkitab tidak bisa mengubah arti suatu istilah yang sudah dibakukan dalam kebudayaan— biarpun memasukkan ribuan penjelasan. Sekarang Saudara sudah mengerti kenapa tugas seorang penerjemah Alkitab sangat rumit. Oleh karena itu saya mohon doa untuk seluruh Tim Penerjemah Albata. Berdasarkan semua yang sudah saya katakan di atas, terdapat kata lain yang artinya yang dasar berbahaya hilang— yaitu kata hamba. Sebenarnya, hamba dalam kebudayaan Alkitab jarang mempunyai status sebagai pegawai, tetapi hampir selalu adalah budak. Dalam Alkitab, kata hamba atau budak berarti orang yang dimiliki orang lain— baik kalau dijual kepada pemilik atas kemauannya sendiri atau secara terpaksa. Jadi kedua arti untuk ‘hamba’ adalah: Setiap hamba Tuhan yang dipuji dan dihormati manusia zaman ini harus ingat arti dasar kata hamba supaya tidak menjadi sombong. Itulah sebabnya Pemilik kita memberi ajaran ini:

“Kalau di antara kalian ada seseorang yang mempunyai seorang budak yang membajak di ladang atau menggembalakan domba-dombamu, ketika budak itu pulang dari ladang pastilah kamu tidak akan berkata kepadanya, ‘Mari masuk dan makan.’ Melainkan kamu akan berkata kepada budakmu itu, ‘Siapkan makanan untuk saya. Pakailah pakaian yang disediakan untuk tugas dalam rumah. Layanilah saya di meja makan sampai saya selesai makan. Sesudah itu kamu boleh makan.’ Dan kamu tidak perlu berterima kasih kepada budak itu ketika dia sudah selesai melakukan hal-hal yang diperintahkan olehmu. Hendaklah kamu masing-masing juga seperti itu. Ketika kamu sudah melakukan semua yang diperintahkan Allah kepadamu, hendaklah kamu berkata, ‘Saya hanyalah seorang budak yang biasa saja. Saya hanya melakukan apa yang sudah menjadi tugas saya.’”

Lukas 17:7-10

Catatan-catatan:

  1. *Perlu diingat bahwa bahasa Ibrani kuno dan bahasa Yunani Koine tidak ditulis dengan perbedaan huruf besar/kecil untuk menunjukkan keilahian. Jadi bentuk kata ‘adonai’ tetap sama kalau merujuk kepada manusia atau kepada Allah. Begitu juga dengan ‘kyrios’ di PB. Pada waktu PB ditulis, semua huruf satu ukuran saja, yang disebut ‘uncial’. Tetapi dalam PB Yunani yang dicetak zaman sekarang, huruf besar/kecil sudah ditambahkan.
  2. **Bahasa Ibrani zaman dahulu tidak menuliskan huruf vokal. Karena itu dan kebiasaan tersebut, maka tidak ada ahli bahasa Alkitab yang dapat mengatakan pengucapan persis yang terdengar oleh Musa saat Allah menyampaikan nama-Nya (Kej. 3). Tetapi sudah pasti bahwa pengucapan nama YHWH tidak sesuai tulisan bahasa Ibrani yang menggunakan ‘vowel points’, karena vowel points yang digunakan adalah sesuai kata ‘Adonai’, bukan Yahweh. Itu sebabnya terjadi pengucapan salah karena KJV menuliskan ‘Jehovah’.
  3. ***Bahasa ibukota Roma dan negri Italia adalah bahasa Latin.
  4. ****Huruf besar K terjadi untuk kata Kyrios karena permulaan dari kutipan, bukan sebagai tanda bahwa perempuan Samaria ini menganggap bahwa Yesus adalah Allah.
  5. *****TSI dan TB menggunakan cara yang berbeda dalam menentukan kalau kata seperti ‘engkau’ akan diberi huruf besar. Di contoh ini, saya menggunakan cara TSI. Dalam TSI, hanya menggunakan huruf besar untuk kata ganti orang yang merujuk kepada Yesus kalau orang yang berbicara percaya bahwa Yesus adalah ilahi. TB selalu menggunakan huruf besar, tanpa membedakan kalau orang yang mengatakan sesuatu percaya kepada Tuhan Yesus atau tidak. Cara itu menimbulkan kesalahpahaman di beberapa tempat di PB. Lihat keterangan mengenai hal ini juga di Prakata TSI.
  6. ******10:9 Penguasa hidupmu Secara harfiah, ‘Tuhan’ (κύριον). TSI menggunakan kata “Penguasa hidupmu” supaya jelas bahwa maksud Paulus bukan sekedar bahwa Yesus adalah ilahi. Memang Yesus adalah ilahi, tetapi arti κύριον yang ditekankan oleh Pauls di ayat ini adalah bahwa Yesus adalah Penguasa setiap kita. Tim penerjemah TSI juga mau supaya orang-orang yang hanya mendengar pembacaan ayat ini tanpa melihat bentuk huruf, juga menangkap arti yang benar. Untuk informasi selanjutnya mengenai arti kata ‘Tuhan’, lihat Prakata TSI.
  7. Teman sekerja yang tersebut pada permulaan naskah ini menambah informasi ini yang saya masukkan sebagai catatan:
    1. I noticed that you didn’t mention that ’adonay is actually a plural form “my lords” in contrast to ’adoni “my lord”—maybe because the idea of “majestic plural” is hard to explain to common folk?  Or maybe because that analysis isn’t certain?  I see that in the Theological Lexicon of the Old Testament the entry says:
      The form ʾadōnāy, reserved as a designation for Yahweh, is usually understood as a fixed vocative form of the majestic plural with a personal suffix in (affect-stressed) pause, “my lords = my lord = the lord” (extensive treatment in W. W. Baudissin, Kyrios [1929], 2:27ff.), although the grammatical analysis of the ending -āy is disputed.
      At any rate, whether it’s a plural form or not, when ’adonay has a singular sense, it refers exclusively to God, in contrast with ’adoni “my lord”.


Keluarga Pak Phil pada peresmian PB bahasa Orya pada tahun 2005.

Phil Fields datang ke Indonesia dengan istrinya (Gale) dan ketiga anak mereka (David, Rachel, dan Hannah) pada bulan Oktober tahun 1983. Proyek terjemahan mereka yang pertama adalah Perjanjian Baru dalam bahasa Orya. Suku Orya terdiri dari sekitar 2000 penduduk yang tinggal di daerah berbukit-bukit yang luas—memulai dari dekat tempat transmigrasi Bonggo dan sampai Taja dan Wamho.

Hobby Pak Phil adalah main musik dengan Irish flute, penny whistle, clarinet, dan saxophone. Situs lain yang dimilikinya termasuk clarinetpages.net dan dailybiblereading.info.